Kenduri Laut di Pulau Banyak

Kenduri Laut di Pulau Banyak

3 Menit Baca

Pulau Banyak, sekumpulan pulau-pulau kecil yang berada di Kabupaten Aceh Singkil. Perjalanan menuju Pulau Banyak ditempuh menggunakan kapal dengan jangka waktu tiga sampai empat jam. Pulau Banyak memiliki banyak pulau yang tersebar ada yang berpenghuni ada pula yang kosong. Sebagian besar masyarakat Pulau Banyak berprofesi sebagai nelayan.

Menjadi nelayan adalah profesi turun temurun masyarakat Pulau Banyak yang hidup dekat dengan laut. Masyarakat setempat menghargai tradisi yang diwariskan turun temurun, untuk mengungkapkan rasa syukur atas penangkapan ikan diadakan kenduri laut. Sebuah ritual rasa syukur terhadap ikan yang telah ditangkap, melindungin dari bencana, serta mendapatkan ikan yang berlimpah. Ritual yang dulu mengandung animisme dan dinamisme, kini digantikan dengan unsur-unsur Islam yang dipimpin oleh tokoh Islam dan diisi dengan kegiatan Islam seperti doa bersama.

Di Pulau Banyak kegiatan Kenduri Laut diadakan menurut kesepakatan bersama warga setempat apakah akan mengadakan setahun sekali, tiga tahun sekali, atau enam tahun sekali. Dalam sejarahnya pun Kenduri Laut di Pulau Banyak menggunakan bubur yang kemudian diberikan kepada laut, lalu ketika rezeki mulai berlimpah di sembelih Kambing yang kemudian sisa bagian tubuhnya yang tidak dimakan diberikan kepada laut, hingga akhirnya ketika masyarakat merasakan kelimpahan rezeki lebih, menyembelih kerbau. Kepala kerbau, serta bagian yang tidak dimakan, diberikan kepada laut.

Pada pelaksanannya, kerbau dimandikan dan diberi tepung tawar. Tepung tawar berisi beras kunyit, air tawar, dan daun yang dipercikan. Tujuan tepung tawar adalah sebagai bentuk rasa syukur. Pemberian tepung tawar dilakukan oleh pawang, dan setelahnya dilakukan penyembelihan. Penyembelihan dilakukan Abuya Trumon, sebagai mursyid Tarekat Naqsyabandiah, ada aturan menyembelih kerbau, dengan membaca doa khusus dan melangkah tujuh langkah sampai ke kerbau, lalu memotongnya tidak sampai tujuh kali.

Kerbau yang disembelih dagingnya diambil dan dimakan bersama serta dibagikan kepada anak yatim. Daging kerbang lalu diganti dengan batok kelapa, ampas kelapa, dan sisa bahan makanan yang tidak bisa digunakan, lalu dijahit kembali seperti kerbau asalnya. Masyarakat pulau Banyak percaya ritual kenduri laut hanyalah simbol terimakasih kepada Allah dan alam, karena ikan adalah kebutuhan nelayan, maka nelayan membalas dengan memberikan rezeki kepada ikan melalui bangkai kerbau yang dilemparkan di tengah laut. Secara rasional dipahami membuang bangkai kerbau ke tengah akan mengundang ikan-ikan kecil, yang ikan-ikan kecil kemudian mendatang ikan-ikan besar, sehingga ikan-ikan besar bisa ditangkap nelayan. Dipercayai bahwah kenduri laut diperuntukan Nabi Khaidir sebagai Nabi yang menjaga laut, dalam prosesi kenduri laut ada doa khusus yang diperuntukan kepada Nabi Khaidir.

Kenduri Laut sebagai ritual adat di Pulau Banyak mendapat penentangan dari Muslim yang ingin memurnikan Islam karena dianggap bukan ajaran Islam. Akan tetapi keberadaan Muslim yang mengikuti Tarekat Naqsyabandiyah kemudian tidak mempersalahkan Kenduri Laut menjadikan tetap dilaksankan.

Hilang dan bertahannya Kenduri Laut di beberapa wilayah pesisir Aceh tergantung kepada dominasi Muslim yang menentang Kenduri Laut dan mempertahankannya. Jika banyak Muslim yang menentang Kenduri Laut maka tidak lagi diadakan, namun sebaliknya jika masyarakat Muslim sepakat diadakan Kenduri Laut maka akan terus dilaksanakan. Beberapa masyarakat pesisir Aceh yang tidak melaksanakan Kenduri Laut merasa bahwa tangkapan ikan mereka berkurang.

Kenduri laut yang dilaksankan masyarakat Pulau Banyak bergantung kepada ekonomi. Saat masyarakat masih sulit pada tahun 1960-1970-an, kenduri laut dilaksanakan menggunakan bubur, yang dipimpin oleh Panglima Laut bernama Imam Munir. Lalu ketika ekonomi masyarakat mulai mapan, kenduri laut menggunakan kambing, yang dagingnya diambil dan sisanya di buang ke laut. Sampai saat ini ketika masyarakat sudah mapan, kenduri menggunakan kerbau. Begitu juga dengan larangan melaut setelah kenduri, tidak lepas dari situasi ekonomi masyarakat, apabila ekonomi lemah maka disepatkati larangan berlaku tiga hari, tapi apabila cukup mampu secara ekonomi maka larangan hanya cukup tiga hari. Pelanggaran terhadap yang disepakati tentang kenduri laut misal larang melaut selama tiga hari maka akan dikenai denda, dan denda tersebutpun menyesuaikan dengan orang yang kena sangsi.

Penulis: Romario
Peneliti dalam Studi Media, Pendidikan dan Islamisme

editor: Zulfikar Riza Hariz Pohan

Share this content:

Post Comment